Jumat, 17 Februari 2017

LEGENDA KERIS PUSAKA KIYAI GARIT DAN KIYAI PEDUT



LEGENDA SEPASANG KIYAI
(Keris Kiyai Garit dan Kiyai Pedhut)
Oleh : Lung Janur

Berbicara tentang perkembangan sebuah wilayah, tentu tidak Terlepas dari cerita ataupun sejarah masa lampau sebuah wilayah tersebut, begitu juga dengan  tema kali ini, selain dari segi Kepariwisataan, Budaya dan aktifitas masyarakatnya ternyata Desa Bangun, sebuah desa terpencil, salah satu Desa dari sebelas Desa yang secara administrasi masuk wilayah Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur ini juga menyimpan segudang sejarah yang berkaitan dengan petilasan dan peninggalan kehidupan masa lampau. selain petilasan Sentono di Dusun Parang yang dipercaya merupakan petilasan Panji Asmoro Bangun Kediri, ada satu lagi peninggalan sejarah masa lampau yang ada di Desa tersebut, yaitu dua pasang bilah keris peninggalan leluhur. Kiyai Garit dan Kiyai Pedut, Ya begitulah masyarakat menamainya secara turun temurun.

Sepasang bilah keris yang konon berdhapur (bentuk bilah) lurus, Tilam Sari  dan Tilam Upih yang belum diketahui secara pasti jenis Pamor dan Tangguhnya (masa/era pembuatan) itu oleh masyarakat setempat dipercaya memiliki energi dan daya magis yang sangat luar biasa, menurut cerita pada jaman pejajahan  Belanda dan Jepang, ketika Belanda dan Jepang berniat masuk menjarah Desa, para penjajah tidak mampu masuk sampai kedalam desa karena ketika itu Desa Bangun seperti tertutup kabut tebal dan tampak seperti hutan belantara, hal tersebut menurut cerita disebabkan oleh kekuatan magis yang ditimbulkan dari sang keris pusaka.

  Konon, ketika mendengar kabar bahwa penjajah ingin masuk menjarah desa, Tetua Desa yang kebetulan pemilik kedua bilah keris, segera bergegas menuju batas Desa (sekarang dusun Podang, wilayah desa Bendoroto) kemudian menghunus keris dari warangkanya, setelah itu salah satu dari keris tersebut di garitkan (garis) ke tanah dan keris yang satunya lagi di tancapkan ketanah, hal aneh pun terjadi, berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara sang Keris kemudian Desa Bangun terlihat dari kejauhan seperti hutan belantara dan gelap gulita seolah tertutup Kabut (pedut:jawa), dan karena daya magisnya itulah akhirnya kedua bilah pusaka tersebut oleh masyarakat dinamakan Kiyai Garit (digaritkan ketanah) dan Kiyai Pedut(mampu mendatangkan kabut/ pedut ).

Setelah berpuluh-puluh tahun semenjak penjajahan Belanda dan Jepang berakhir, kini keberadaan kedua bilah pusaka tersebut tidak diketahui. Ada kabar yang menyebutkan bahwa sang pusaka  terpisah antara satu dengan yang yang lainnya, ada juga kabar yang mengatakan bahwa sang keris diberikan kepada keturunan sesepuh desa yang dulu memilikinya. karena dimasyarakat jawa pada umumnya jika seseorang memiliki sebuah keris ataupun pusaka, maka nantinya jika sang pemilik berpulang atau wafat pusaka yang dimilikinya akan diwariskan kepada keturunannya yang dianggap bisa dan mampu merawat pusaka peninggalannya itu.

Dari kabar yang simpang siur serta karena ketertarikan kami akan sejarah Keris dan Petilasan, menggugah hati serta membuat penasaran penulis untuk sekedar mencari tahu dimana sebenarnya keberadaan dan sejarah benda pusaka yang sempat jaya dimasanya itu. investigasipun dilakukan dengan cara mencari dan mendatangi keturunan dari sesepuh desa yang dulu pernah memiliki kedua pusaka, dengan harapan mereka tahu tentang sejarah sang pusaka, atau bahkan mungkin kedua pusaka tersebut berada ditangan mereka.

Sebut saja Suwarno, pria berusia 84 tahun yang akrab dipanggil Mbah Warno, penduduk asli Desa Bangun yang berdomisili di Rt.13 Rw.05 Dukuh Tempuran Dusun Parang Desa Bangun ini adalah salah satu keturunan pewaris pusaka Kiyai Garit dan Pedut yang masih hidup. Disinilah awal investigasi dan penelusuran untuk mengetahui sejarah dan keberadaan kedua pusaka kami awali. Kami sengaja sowan kekediamannya dengan harapan apa yang kami cari membuahkan hasil.



Gb.01 Mbah Warno

Menurut Mbah Warno, kedua Pusaka tersebut dulunya dimiliki oleh neneknya, yaitu Nyai Demang Waginem istri dari Ki Demang Kromo Hastro. Ki Demang Kromo Hastro adalah Demang (Lurah/kepala desa) kedua Desa Bangun di era tahun 1937-1967, setelah pemerintahan Demang sebelumnya yaitu Demang Satro Wirono yang memerintah di era 1901-1918 dan merupakan Demang pertama yang memerintah di Desa Bangun. Konon Desa Bangun mulai ditempati penduduk sejak tahun 1850an namun baru dibentuk Organisasi Pemerintahan Desa sejak tahun 1900an.

Mbah Warno mengisahkan bahwa neneknya, yaitu Nyai Demang Waginem memperoleh Pusaka Kiyai Garit dan Pedut dari Gurunya di daerah Lorok Kabupaten Pacitan. Nyai Waginem berguru ke Pacitan bersama Mbah Kasan Rejo yang pada saat itu menjabat sebagai Modin di era pemerintahan Demang Kromo Hastro yang notabene adalah suami dari Nyai Waginem. Mbah Warno menambahkan karena Nyai Waginem adalah murid kinasih dari Sang Guru, akhirnya sang Guru memberi bekal dua bilah pusaka yaitu Kiyai Garit dan Pedut sebagai Piandel, pegangan serta ageman dalam mendampingi suaminya menjalankan roda pemerintahan di Desa Bangun.

Setelah Nyai Waginem mangkat, kemudian Kiyai Garit dan Pedut diturunkan kepada ahli warisnya yaitu Nyai Teduh, Nyai Teduh adalah keturunan dari Ki Demang Kromo Hastro dengan Nyai Waginem dan merupakan ibu kandung dari Mbah Warno. Ditangan Nyai Teduh Kiyai Garit dan Pedut tetap terawat dengan baik dan cocok dengan Sang Tuan barunya, terbukti ketika Mbah Modin Kasan Rejo berniat membuka hutan diwilayah Mendut yang terkenal angker dan wingit, mbah modin Kasan Rejo datang kekediaman Nyai Teduh untuk meminjam salah satu pusaka yang dimiliki oleh Nyai Teduh yaitu Kiyai Pedut sebagai pegangan atau piandel untuk membuka Hutan Mendut yang kala itu tekenal Jalmo Moro Jalmo Mati dan sangat angker. Dan disinilah titik awal penyebab kedua Pusaka tersebut terpisah satu dengan yang lainnya.

Dengan berbekal Pusaka Keris Kiyai Pedut, Mbah Modin Kasan Rejo berhasil membuka Hutan Mendut dan mampu menaklukkan keangkerannya hingga dibuka sebuah pemukiman penduduk  sampai sekarang. Selesai mendampingi Mbah Kasan Rejo menaklukkan sebuah hutan angker, Kiyai Pedut menetap di kediaman Mbah Kasan Rejo dan dalam perawatan Sang Modin, entah karena pertimbangan atau alasan apa, Mbah Kasan Rejo tidak segera mengembalikan Sang Pusaka kepada Nyai Teduh sebagai pemilik aslinya, sampai Mbah Kasan Rejo wafat pun Keris Kiyai Pedut tetap berada di kediamannya.

Kembali ke Keris Kiyai Garit, setelah ditinggal pasangannya mendampingi Sang Modin mbabat alas  dan setelah Nyai Teduh wafat, Kiyai Garit dirawat oleh Mbah Warno sebagai ahli warisnya hingga sekarang, sedangkan sepeninggal Mbah Modin Kasan Rejo, Kiyai Pedut dirawat oleh keturunannya yaitu Mbah Imam Kurdi atau terkenal dengan Carik Kurdi. Dan setelah mbah Carik Kurdi Wafat, otomatis Kiyai Pedut diwariskan kepada keturunannya yaitu Pak Sakur hingga sekarang.

Disela obrolan kami dengan Mbah Warno, kami juga diberi kesempatan untuk melihat sosok Pusaka yang pernah berjaya itu. pusakane wis tuwa Le..!” (pusakanya sudah tua / aus Nak) ucap Mbah Warno sambil menunjukkan sang Pusaka Kiyai Garit kepada kami, dengan jantung berdebar kami mengamati sang legenda. Benar saja, sebilah keris yang sangat tua dengan ricikan (ornamen keris) yang sudah tidak lengkap karena aus, sehingga sudah sangat sulit untuk dikenali dapur dan pamornya, terbungkus oleh warangka Gabel gaya Surakarta tanpa  Deder/Ukir (gagang keris). Namun meski kondisi fisiknya tidak lagi utuh akan tetapi masih tampak berwibawa dan wingit, sesuai dengan cerita kejayaanya dimasa lalu.




                                        Gb.02 Keris Kiyai Garit yang tidak lagi utuh

Berbekal petunjuk  Mbah Warno tentang keberadaan pasangan dari Keris Kiyai Garit, yaitu keris Kiyai Pedut yang menurut beliau berada dikediaman keturunan Carik Imam Kurdi, kami segera bergegas pamit untuk menelusurinya kekediaman Pak Sakur yang berdomisili di dusun jajar Desa Bangun, tanpa panjang lebar, kami segera menyampaikan maksud kedatangan kami yaitu ingin mengetahui keberadaan pusaka Keris Kiyai Pedut yang sangat melegenda di Desa Bangun itu.





Gb.03 Keris Kiyai Pedhut
Keris Kiyai Pedut sedikit lebih bernasib baik dibanding pasanganya Kiyai Garit, kondisi fisik bilah lebih utuh meski terbungkus karat karena lama tidak dibersihkan, benar menurut kabar, keris pedut berdhapur Tilam Upih dengan warangka Gabelan Gaya Solo dengan ukir atau gagang keris gaya Yudhawinatan, dihiasi dengan Pendhok Blewahan ditambah Mendhak (cincin keris) Meniran berhiaskan emas. Begitu anggun, indah dan berwibawa sebagaimana kisah kehebatannya dimasa lampau.
Demikian sekilas cerita hasil penelusuran kami terkait peninggalan kehidupan masa lalu di Desa Bangun Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Sebuah pelajaran berharga yang mungkin bisa kita petik dari sepenggal kisah diatas, bahwa nenek moyang kita begitu mencintai budaya dan karya seni bangsa salah satunya keris / tosan aji, bukan berarti mereka memuja, musrik atau menyekutukan Tuhan, tetapi mereka beranggapan bahwa pusaka adalah sebagai sebuah Piandel (sifat kendel/berani) dan merupakan sebuah Ageman(pelengkap berbusana manusia jawa). Ada juga pepatah mengatakan bahwa di balik Pemimpin Yang Hebat ada Pusaka Ampuh Yang Mendampinginya (Allahua’lam Bishowaf)
Cerita ini kami tulis berdasarkan obrolan kami dengan keturunan Tokoh-Tokoh yang ada didalam sejarah yaitu Mbah Warno (anak kandung Nyai Teduh) dan Pak Sakur (anak kandung Mbah Carik Imam Kurdi).
SEKIAN
Semoga tulisan ini bermanfaat.
 Setidaknya sebagai generasi penerus, kita tidak terlalu mudah melupakan sejarah Nenek Moyang Dan Leluhur kita, Kita Ada Karena Mereka Ada, Masa Sekarang Ada Karena Adanya Masa Lampau.

Bangun, Munjungan , Trenggalek 15 pebruari 2017
Salam Santun Dan Rahayu




8 komentar:

  1. Apakah Keris kyai Pedut yg ditertulis diyakini keasliannya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami tidak berani mengatakan asli atau palsu, dasar yang kami jadikan referensi adalah wawancara langsung kami dengan mereka2 yg kebetulan diwarisi yaitu keturunan2 dari sang pemilik..asli atau tidak asli Hanya Tuhan yang Tahu...

      Hapus
  2. Saya ketitipan yang konon katanya keris pedut dari kakek buyut saya.. Entah apa guna dan cara pakainya.. Setelah baca ini saya sedikit mengerti.. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kiyai Pedut dan Garit yg di maksud disini adalah Nama Jejuluk..bukan nama Dhapur (Bentuk bilah)

      Keris berDhapur Pedhut ada sendiri bentuknya...

      Salam Budaya..πŸ™πŸ™

      Hapus
    2. Kalo memang itu beneran keris pedhut, saya punya sedikit pengetahuan cara menggunakanya..

      Hapus
  3. Slot machines, poker machines, bingo, and table games
    Slot machines, 이천 좜μž₯샡 poker machines, bingo, and table games · Bet 창원 좜μž₯μ•ˆλ§ˆ · Home μ‚¬μ²œ 좜μž₯λ§ˆμ‚¬μ§€ · Events · Photos κ΄‘μ–‘ 좜μž₯μ•ˆλ§ˆ · Forums 원주 좜μž₯샡 · FAQs. Slots.lv. Slot Machines

    BalasHapus
  4. salam sejahtera.
    Mohon maaf sebelumnya.
    Setelah Membaca tulisan ini saya jadi penasaran. Apakah keris pedhut yang dimaksud adalah keris pedhut yang sama milik kyai kamsir didaerah guci tegal yang diberikan kepada anaknya mbah Dastam, yang oleh mbah dastam keris itu dipindah tangankan entah kesiapa diera kolonial.
    Mbah Dastam adalah anak Laki-laki tertua Kyai kamsir, dan kyai Kamsir sendiri adalah anak dari empu Darsiah pembuat keris pedhut yang saya maksud..

    Salam kenal. (Yus AB)

    BalasHapus