LEGENDA SEPASANG KIYAI
(Keris Kiyai Garit dan Kiyai Pedhut)
Oleh : Lung
Janur
Berbicara tentang
perkembangan sebuah wilayah, tentu tidak Terlepas dari cerita ataupun sejarah
masa lampau sebuah wilayah tersebut, begitu juga dengan tema kali ini, selain dari segi Kepariwisataan,
Budaya dan aktifitas masyarakatnya ternyata Desa Bangun, sebuah desa terpencil,
salah satu Desa dari sebelas Desa yang secara administrasi masuk wilayah Kecamatan
Munjungan Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur ini juga menyimpan segudang
sejarah yang berkaitan dengan petilasan dan peninggalan kehidupan masa lampau. selain
petilasan Sentono di Dusun Parang yang dipercaya merupakan petilasan Panji
Asmoro Bangun Kediri, ada satu lagi peninggalan sejarah masa lampau yang ada di
Desa tersebut, yaitu dua pasang bilah keris peninggalan leluhur. Kiyai Garit
dan Kiyai Pedut, Ya begitulah masyarakat menamainya secara turun temurun.
Sepasang bilah
keris yang konon berdhapur (bentuk bilah)
lurus, Tilam Sari dan Tilam Upih yang
belum diketahui secara pasti jenis Pamor dan Tangguhnya (masa/era pembuatan) itu oleh masyarakat setempat dipercaya memiliki
energi dan daya magis yang sangat luar biasa, menurut cerita pada jaman
pejajahan Belanda dan Jepang, ketika Belanda
dan Jepang berniat masuk menjarah Desa, para penjajah tidak mampu masuk sampai
kedalam desa karena ketika itu Desa Bangun seperti tertutup kabut tebal dan
tampak seperti hutan belantara, hal tersebut menurut cerita disebabkan oleh
kekuatan magis yang ditimbulkan dari sang keris pusaka.
Konon, ketika mendengar kabar bahwa penjajah ingin
masuk menjarah desa, Tetua Desa yang kebetulan pemilik kedua bilah keris,
segera bergegas menuju batas Desa (sekarang
dusun Podang, wilayah desa Bendoroto)
kemudian menghunus keris dari warangkanya, setelah itu salah satu dari keris
tersebut di garitkan (garis) ke tanah
dan keris yang satunya lagi di tancapkan ketanah, hal aneh pun terjadi, berkat
pertolongan Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara sang Keris kemudian Desa
Bangun terlihat dari kejauhan seperti hutan belantara dan gelap gulita seolah
tertutup Kabut (pedut:jawa), dan
karena daya magisnya itulah akhirnya kedua bilah pusaka tersebut oleh
masyarakat dinamakan Kiyai Garit (digaritkan
ketanah) dan Kiyai Pedut(mampu
mendatangkan kabut/ pedut ).
Setelah
berpuluh-puluh tahun semenjak penjajahan Belanda dan Jepang berakhir, kini
keberadaan kedua bilah pusaka tersebut tidak diketahui. Ada kabar yang menyebutkan
bahwa sang pusaka terpisah antara satu
dengan yang yang lainnya, ada juga kabar yang mengatakan bahwa sang keris
diberikan kepada keturunan sesepuh desa yang dulu memilikinya. karena
dimasyarakat jawa pada umumnya jika seseorang memiliki sebuah keris ataupun
pusaka, maka nantinya jika sang pemilik berpulang atau wafat pusaka yang
dimilikinya akan diwariskan kepada keturunannya yang dianggap bisa dan mampu
merawat pusaka peninggalannya itu.
Dari kabar yang
simpang siur serta karena ketertarikan kami akan sejarah Keris dan Petilasan,
menggugah hati serta membuat penasaran penulis untuk sekedar mencari tahu
dimana sebenarnya keberadaan dan sejarah benda pusaka yang sempat jaya
dimasanya itu. investigasipun dilakukan dengan cara mencari dan mendatangi
keturunan dari sesepuh desa yang dulu pernah memiliki kedua pusaka, dengan
harapan mereka tahu tentang sejarah sang pusaka, atau bahkan mungkin kedua
pusaka tersebut berada ditangan mereka.
Sebut saja Suwarno, pria berusia 84 tahun yang akrab dipanggil Mbah
Warno, penduduk asli Desa Bangun yang berdomisili di Rt.13 Rw.05 Dukuh Tempuran
Dusun Parang Desa Bangun ini adalah salah satu keturunan pewaris pusaka Kiyai
Garit dan Pedut yang masih hidup. Disinilah awal investigasi dan penelusuran
untuk mengetahui sejarah dan keberadaan kedua pusaka kami awali. Kami sengaja sowan kekediamannya dengan harapan apa
yang kami cari membuahkan hasil.
Gb.01 Mbah Warno
Menurut Mbah Warno,
kedua Pusaka tersebut dulunya dimiliki oleh neneknya, yaitu Nyai Demang Waginem
istri dari Ki Demang Kromo Hastro. Ki Demang Kromo Hastro adalah Demang (Lurah/kepala desa) kedua Desa Bangun di
era tahun 1937-1967, setelah pemerintahan Demang sebelumnya yaitu Demang Satro
Wirono yang memerintah di era 1901-1918 dan merupakan Demang pertama yang
memerintah di Desa Bangun. Konon Desa Bangun mulai ditempati penduduk sejak
tahun 1850an namun baru dibentuk Organisasi Pemerintahan Desa sejak tahun
1900an.
Mbah Warno
mengisahkan bahwa neneknya, yaitu Nyai Demang Waginem memperoleh Pusaka Kiyai
Garit dan Pedut dari Gurunya di daerah Lorok Kabupaten Pacitan. Nyai Waginem berguru
ke Pacitan bersama Mbah Kasan Rejo yang pada saat itu menjabat sebagai Modin di
era pemerintahan Demang Kromo Hastro yang notabene adalah suami dari Nyai
Waginem. Mbah Warno menambahkan karena Nyai Waginem adalah murid kinasih dari Sang
Guru, akhirnya sang Guru memberi bekal dua bilah pusaka yaitu Kiyai Garit dan Pedut
sebagai Piandel, pegangan serta ageman dalam mendampingi suaminya menjalankan
roda pemerintahan di Desa Bangun.
Setelah Nyai
Waginem mangkat, kemudian Kiyai Garit dan Pedut diturunkan kepada ahli warisnya
yaitu Nyai Teduh, Nyai Teduh adalah keturunan dari Ki Demang Kromo Hastro
dengan Nyai Waginem dan merupakan ibu kandung dari Mbah Warno. Ditangan Nyai
Teduh Kiyai Garit dan Pedut tetap terawat dengan baik dan cocok dengan Sang
Tuan barunya, terbukti ketika Mbah Modin Kasan Rejo berniat membuka hutan
diwilayah Mendut yang terkenal angker dan wingit, mbah modin Kasan Rejo datang
kekediaman Nyai Teduh untuk meminjam salah satu pusaka yang dimiliki oleh Nyai
Teduh yaitu Kiyai Pedut sebagai pegangan atau piandel untuk membuka Hutan Mendut
yang kala itu tekenal Jalmo Moro Jalmo Mati dan sangat angker. Dan disinilah
titik awal penyebab kedua Pusaka tersebut terpisah satu dengan yang lainnya.
Dengan berbekal
Pusaka Keris Kiyai Pedut, Mbah Modin Kasan Rejo berhasil membuka Hutan Mendut dan
mampu menaklukkan keangkerannya hingga dibuka sebuah pemukiman penduduk sampai sekarang. Selesai mendampingi Mbah
Kasan Rejo menaklukkan sebuah hutan angker, Kiyai Pedut menetap di kediaman Mbah
Kasan Rejo dan dalam perawatan Sang Modin, entah karena pertimbangan atau
alasan apa, Mbah Kasan Rejo tidak segera mengembalikan Sang Pusaka kepada Nyai
Teduh sebagai pemilik aslinya, sampai Mbah Kasan Rejo wafat pun Keris Kiyai
Pedut tetap berada di kediamannya.
Kembali ke Keris
Kiyai Garit, setelah ditinggal pasangannya mendampingi Sang Modin mbabat alas dan setelah Nyai Teduh wafat, Kiyai Garit dirawat
oleh Mbah Warno sebagai ahli warisnya hingga sekarang, sedangkan sepeninggal Mbah
Modin Kasan Rejo, Kiyai Pedut dirawat oleh keturunannya yaitu Mbah Imam Kurdi atau
terkenal dengan Carik Kurdi. Dan setelah mbah Carik Kurdi Wafat, otomatis Kiyai
Pedut diwariskan kepada keturunannya yaitu Pak Sakur hingga sekarang.
Disela obrolan
kami dengan Mbah Warno, kami juga diberi kesempatan untuk melihat sosok Pusaka
yang pernah berjaya itu. ” pusakane wis tuwa Le..!” (pusakanya
sudah tua / aus Nak) ucap Mbah Warno sambil menunjukkan sang Pusaka Kiyai Garit
kepada kami, dengan jantung berdebar kami mengamati sang legenda. Benar saja,
sebilah keris yang sangat tua dengan ricikan (ornamen keris) yang sudah tidak lengkap karena aus, sehingga sudah
sangat sulit untuk dikenali dapur dan pamornya, terbungkus oleh warangka Gabel
gaya Surakarta tanpa Deder/Ukir (gagang keris). Namun meski kondisi
fisiknya tidak lagi utuh akan tetapi masih tampak berwibawa dan wingit, sesuai
dengan cerita kejayaanya dimasa lalu.
Gb.02
Keris Kiyai Garit yang tidak lagi utuh
Berbekal
petunjuk Mbah Warno tentang keberadaan
pasangan dari Keris Kiyai Garit, yaitu keris Kiyai Pedut yang menurut beliau
berada dikediaman keturunan Carik Imam Kurdi, kami segera bergegas pamit untuk
menelusurinya kekediaman Pak Sakur yang berdomisili di dusun jajar Desa Bangun,
tanpa panjang lebar, kami segera menyampaikan maksud kedatangan kami yaitu
ingin mengetahui keberadaan pusaka Keris Kiyai Pedut yang sangat melegenda di
Desa Bangun itu.
Gb.03 Keris Kiyai Pedhut
Keris Kiyai Pedut sedikit lebih bernasib baik dibanding pasanganya Kiyai
Garit, kondisi fisik bilah lebih utuh meski terbungkus karat karena lama tidak
dibersihkan, benar menurut kabar, keris pedut berdhapur Tilam Upih dengan
warangka Gabelan Gaya Solo dengan ukir atau gagang keris gaya Yudhawinatan,
dihiasi dengan Pendhok Blewahan ditambah Mendhak (cincin keris) Meniran berhiaskan emas. Begitu anggun, indah dan
berwibawa sebagaimana kisah kehebatannya dimasa lampau.
Demikian sekilas cerita hasil penelusuran kami terkait peninggalan
kehidupan masa lalu di Desa Bangun Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek,
Jawa Timur. Sebuah pelajaran berharga yang mungkin bisa kita petik dari
sepenggal kisah diatas, bahwa nenek moyang kita begitu mencintai budaya dan
karya seni bangsa salah satunya keris / tosan aji, bukan berarti mereka memuja,
musrik atau menyekutukan Tuhan, tetapi mereka beranggapan bahwa pusaka adalah
sebagai sebuah Piandel (sifat
kendel/berani) dan merupakan sebuah Ageman(pelengkap berbusana manusia
jawa). Ada juga pepatah mengatakan bahwa di balik Pemimpin Yang Hebat ada
Pusaka Ampuh Yang Mendampinginya (Allahua’lam Bishowaf)
Cerita ini kami tulis berdasarkan obrolan kami dengan keturunan
Tokoh-Tokoh yang ada didalam sejarah yaitu Mbah Warno (anak kandung Nyai Teduh)
dan Pak Sakur (anak kandung Mbah Carik Imam Kurdi).
SEKIAN
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Setidaknya sebagai
generasi penerus, kita tidak terlalu mudah melupakan sejarah Nenek Moyang Dan
Leluhur kita, Kita Ada Karena Mereka Ada, Masa Sekarang Ada Karena Adanya Masa
Lampau.
Bangun, Munjungan , Trenggalek 15 pebruari 2017
Salam Santun
Dan Rahayu



Lanjutkan
BalasHapusApakah Keris kyai Pedut yg ditertulis diyakini keasliannya ?
BalasHapusKami tidak berani mengatakan asli atau palsu, dasar yang kami jadikan referensi adalah wawancara langsung kami dengan mereka2 yg kebetulan diwarisi yaitu keturunan2 dari sang pemilik..asli atau tidak asli Hanya Tuhan yang Tahu...
HapusSaya ketitipan yang konon katanya keris pedut dari kakek buyut saya.. Entah apa guna dan cara pakainya.. Setelah baca ini saya sedikit mengerti.. Terima kasih
BalasHapusKiyai Pedut dan Garit yg di maksud disini adalah Nama Jejuluk..bukan nama Dhapur (Bentuk bilah)
HapusKeris berDhapur Pedhut ada sendiri bentuknya...
Salam Budaya..ππ
Kalo memang itu beneran keris pedhut, saya punya sedikit pengetahuan cara menggunakanya..
HapusSlot machines, poker machines, bingo, and table games
BalasHapusSlot machines, μ΄μ² μΆμ₯μ΅ poker machines, bingo, and table games · Bet μ°½μ μΆμ₯μλ§ · Home μ¬μ² μΆμ₯λ§μ¬μ§ · Events · Photos κ΄μ μΆμ₯μλ§ · Forums μμ£Ό μΆμ₯μ΅ · FAQs. Slots.lv. Slot Machines
salam sejahtera.
BalasHapusMohon maaf sebelumnya.
Setelah Membaca tulisan ini saya jadi penasaran. Apakah keris pedhut yang dimaksud adalah keris pedhut yang sama milik kyai kamsir didaerah guci tegal yang diberikan kepada anaknya mbah Dastam, yang oleh mbah dastam keris itu dipindah tangankan entah kesiapa diera kolonial.
Mbah Dastam adalah anak Laki-laki tertua Kyai kamsir, dan kyai Kamsir sendiri adalah anak dari empu Darsiah pembuat keris pedhut yang saya maksud..
Salam kenal. (Yus AB)